Selasa, 26 Februari 2013

Syahid karena Cinta

“Barangsiapa jatuh cinta, lalu menyembunyikan cintanya, menahan diri, bersabar lalu meninggal dunia maka ia mati syahid”
Ungkapan Rasulullah SAW ini diriwayatkan oleh Suwaid bin Sa’id Al-Hadatsani, walau sejatinya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dalam risalahnya Raudhatul Muhibbin menyatakan ini sebagai hadits maudhu dan mauquf. Alasannya simpel, berdasar riwayat shahih, penjelasan Rasulullah tentang macam kesyahidan tidak pernah memasukkan dan menyebutkan sebab matinya karena jatuh cinta itu syahid. Ibnul Qoyyim mengutip hadits ini ke dalam pembahasan yang sangat indah tentang para pemuja cinta.

Namun, bila urutannya adalah jika cinta itu menjadi spirit, ia sembunyikan dengan penyembunyian yang melahirkan potensi-potensi keshalehan, ia menahan diri tidak terjerembab dalam kecintaan syahwati, geloranya ia bingkai dengan ketinggian kecintaan pada Sang Pemilik Cinta, Al-Waduud. Lalu ia bersabar, iffah, menjaga diri dari kecintaan pada penghambaan makhluq, ia serahkan segala energi cintanyahanya untuk Allah semata. Penggambaran-penggambaran manisnya cintanya itu ia tumpahkan segalanya untuk Sang Khaliq. Lalu ia terkubur dalam timbunan-timbunan mahabbah, ia rasakan kelezatannya dalam penghambaan, lalu sampai di ujung umurnya hingga mati. Ia syahid.

Kisah romantika dua manusia, dimabuk cinta. Seorang laki-laki ahli ibadah, pemuda Kuffi, cintanya menghampiri gadis cantik nan elok. Cintanya berbalas. Gadis itu sama cintanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekad, ternyata. Gadis itu bahkan menggodanya, “Sayang, aku akan datang padamu atau kuatur cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku”. Gadis itu menghamparkan selendang syahwatnya.

“Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernahpadam!” Itu jawaban sang pemuda yang membentak sang gadis. Pemuda itu menjaga diri dan memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta.

“Jadi dia masih takut pada Allah?” gumam sang gadis.
Seketika ia tersadar dan dunia tiba-tiba jadi kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah. Ia tenggelam dalam keseluruhan cintanya pada Al-Waduud. Walau cintanya pada sang pemuda tidak pernah mati. Cintanya berubah jadi rindu yang mengelana dalam jiwa dan doa-doanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. Ia terkubur oleh kerinduan, penggambaran kerinduannya ia arahkan pada kerinduan untuk Allah SWT sang Pencipta Cinta. Sampai la mati, akhirnya. Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindudan do’a-do’anya. Sampai suatu saat ia tertidur di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik dan jelita.

“Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku,” tanya sang gadis.

“Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana?” jawabnya sambil balik bertanya.

“Aku di sini dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir,” jawab gadisnya.

“Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu denganmu?” tanya sang pemuda lagi.

“Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa agar Allah menyatukan kita di surga. Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku,” jawab sang gadis. Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya. Dalam hujaman kecintaan kepada Rabbnya.

“Atas nama cinta ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu”. Subhanallah.Tak ada yang dapat menafikan. Ia mati dalam seindah kematian. Energi cintanya mewariskan pengorbanan yang tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar